Jumat, 22 September 2017

5 Keistimewaan Bulan Muharram



Rabu sore 20 September 2017, umat Islam di sebagian besar dunia menyambut datangnya Tahun Baru Islam 1439 Hijriyah. Di akhiri dengan bulan haji Dzulhijjah, tahun baru Islam diawali dengan bulan Muharram.
Lalu apa saja keistimewaan bulan pertama dalam penanggalan kalender Hijriyah ini? Berikut sedikit ulasan Ustadz Arifin Ilham:
Pertama, bulan Muharam adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah.
Kedua, bulan Muharam  termasuk salah satu dari empat bulan yang dijadikan Allah  sebagai bulan haram (QS At-Taubah: 36).
Ketiga, bulan ini dijadikan awal bulan dari tahun baru Islam.
Keempat, pada bulan ini disunahkan untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah Radiyallah ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam.” (HR. Muslim).
Kelima, pada bulan Muharam  terdapat Hari Asyura’. “Rasulullah SAW menyatakan puasa pada Hari Asyura (10 Muharam) menghapus dosa setahun yang lalu.”

Cerita Muhammad Ahsan Tentang Prosesnya Berhijrah


Penampilan dan perilaku Ahsan saat mengikuti Kejuaraan Dunia BWF 2017 lalu di Glasgow, Scotlandia menjadi perbincangan masyarakat, terlebih di dunia maya. Foto-foto Ahsan dan pasangannya di ganda putra, Rian Agung Saputra dengan menggunakan legging untuk menutup aurat hingga di bawah lutut menjadi pembeda dengan atlet lainnya.


Ahsan mengungkapkan dirinya mendapat adab-adab Islam yang dia praktekkan tersebut dari pengajian maupun dari buku-buku ataupun artikel di internet yang dibacanya. “Saya ikut pengajian di Masjid dekat rumah, selain itu saya juga menambah pengetahuan dari membaca baik dari buku-buku islami ataupun artikel islami di internet,” jelasnya.

 “Saya hanya berusaha menerapkan ajaran agama saya, yakni agama Islam semampu yang saya bisa. Semuanya mengalir begitu saja. Jika perilaku saya di tengah lapangan kemudian menjadi viral di media sosial, saya tidak memikirkannya. Kalau ada yang menggangap baik dan mencontoh apa yang saya lakukan, Alhamdullillah,” begitulah kata-kata pertama yang meluncur dari mulut Mohammad Ahsan, salah satu atlet bulu tangkis andalan Indonesia di nomor ganda putra saat berbincang dengan Republika di acara persemian Gedung Bulutangkis milik Candra Wijaya di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, pekan lalu.
Ditambah lagi dengan Ahsan saat minum setengah duduk, menjadi ‘buah bibir’ di media sosial. Pasalnya bisa dibilang pemain lainnya minum saat jeda pertandingan atau istirahat sambil berdiri dan hanya Ahsan yang minum setengah duduk.
Ahsan juga tidak menyalami wasit atau hakim garis perempuan karena bukan muhrimnya. Ahsan hanya menangkupkan kedua telapak tangan kepada wasit atau hakim garis perempuan dalam pertandingan yang dijalaninya sebagai pengganti bersalaman. Ahsan juga selalu sujud syukur setiap usai menjalani pertandingannya. Ahsan juga mulai memelihara Jenggot
“Semua mengalir begitu saja, pertama kali yang saya lakukan adalah menggunakan legging,” tuturnya.
Ini sudah ia lakukan saat ia masih berpasangan dengan Hendra Setiawan. Ia tidak ingat persis kapan pertama kalinya memakai legging. Namun Ahsan mengaku dirinya mantap memakasi legging di awal tahun 2017, ketika itu ia baru saja pulang menunaikan ibadah umrah.
“Saya lebih mantap dan memutuskan untuk memakai legging (menutup) aurat usai melakukan umrah awal tahun 2017,” ujarnya.
Sedangkan untuk minum sambal duduk dan tidak bersentuhan dengan lawan jenis itu berjalan begitu saja. Ketika ia tahu itu memang ajaran Islam dan Sunnah dari Nabi Muhammad SAW, maka ia mengikutinyaa. Tidak ada niat macam-macam, ternyata setelah itu ia ikuti, ia jadi lebih tenang, terlebih saat dalam pertandingan.
Sebagai pemain bulutangkis profesional dan menjadi andalan Indonesia, Ahsan mesti pandai mengatur waktu antara urusan dunia dan akhirat. “Saya berusaha menjalankan apa yang saya bisa, jika ada yang mengikuti saya alhamdulillah kalau itu baik, menjadi amal jariah bagi saya,” tegas Ahsan.

Penentuan Kalender Hijriah


  
Suatu ketika Umar bin Khottob ra mendapatkan sebuah cek bertuliskan dari fulan kepada fulan lain yang berutang bahwa waktu pelunasannya di bulan Sya’ban. Umar berkata,”Sya’ban yang mana? Apakah Sya’ban tahun ini atau tahun sebelumnya atau tahun depan? Kemudian beliau mengumpulkan para sahabat untuk diajak bermusyawarah menentukan sebuah penanggalan agar manusia dapat mengetahui waktu pelunasan utang-utang mereka serta perkara-perkara lainnya.”

Ada yang menginginkan agar penanggalannya seperti penanggalan raja-raja Parsia—setiap kali dari mereka ada yang meninggal maka mereka menentukan penanggalan lagi dari penguasa setelahnya—namun Umar tidak menyukainya. Ada pula yang mengusulkan ,”Buatlah penanggalan seperti penanggalan Romawi dari zaman Askandar bin Pilips al Maqduniy.” Namun Umar pun tidak menyukainya.
Ada yang mengatakan,”Buatlah penanggalan dari hari kelahiran Rasulullah saw.” Ada yang mengatakan,”..dari waktu diutusnya saw.” Ali bin Abi Thalib dan yang lainnya menyarankan agar penanggalan dimulai sejak waktu hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah dikarenakan hal itu lebih dikenal oleh setiap orang. Hijrah beliau saw lebih diketahui daripada waktu kelahiran dan diutusnya saw menjadi Rasul.” Maka umar dan para sahabat menerima usulan ini dan memerintahkan agar penanggalan dimulai dari waktu Hijrah Rasulullah saw.
Mereka memulai penanggalannya pada awal tahun itu yaitu bulan Muharram, menurut Imam Malik. Sedangkan diceritakan dari as Suhaily dan yang lainnya bahwa awal tahun diambil dari Robiul Awal saat kedatangan Rasulullah saw ke Madinah. Adapun jumhur ulama berpendapat bahwa awal tahun itu adalah Muharram dan ia adalah awal tahun arab. (Bidayah wa Nihayah juz III hal 213, juz VII hal 78 – 79)
As Suhaili menyebutkan bahwa para sahabat memulai penanggalan dengan hijrah Rasulullah saw dari firman Allah swt :
لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ
Artinya,”Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At Taubah : 108)
Sebagaimana diketahui bahwa hari itu tentulah bukan hari pertama. Namun dia disandarkan kepada sesuatu yang tersembunyi yaitu awal waktu dimana islam menjadi agung, didalamnya terdapat penyembahan Nabi saw kepada Tuhannya maka dimulailah pembangunan masjid dan para sahabat menyepakati bahwa hari itu adalah awal penanggalan. Kita memahami dari apa yang dilakukan para sahabat bahwa firman Allah swt,”sejak hari pertama.” adalah awal penanggalan islam, demikian katanya. Dan yang langsung bisa difahami dari makna,”sejak hari pertama.”adalah masuknya Nabi saw dan para sahabat ke Madinah.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abdul Aziz dari ayahnya dari Sahl bin Sa’ad berkata,”Mereka tidaklah memulai perhitungan dari diutusnya Nabi saw, tidak juga dari meninggalnya saw. Tidaklah mereka memulai perhitungannya kecuali dari datangnya beliau saw ke Madinah.”
Didalam riwayat al Hakim dari jalan az Zubeir dari Abdul Aziz bahwa manusia telah melakukan kesalahan didalam perhitungan. Mereka tidak menghitungnya dari diutusnya saw, tidak dari kedatangannya saw namun mereka menghitungnya dari wafatnya saw. Al Hakim mengatakan,”Ini keliru.” Kemudian dia membetulkan dengan lafazh,”Tidak dari wafatnya. Sesungguhnya mereka menghitung dari kedatangan Rasulullah saw ke Madinah.”
Yang dimaksud didalam kata ”kedatangannya.” bukanlah waktu kedatangannya saw, bukan pula bulan kedatangannya saw karena penanggalan ditentukan sejak awal tahun. Sebagian mereka menentukan awalnya dari saat hijrah. Disebutkan pula bahwa permasalahan mereka adalah kemungkinan memulai penaggalan dari empat hal : kelahirannya saw, diutusnya saw, hijrahnya saw dan wafatnya saw dan akhirnya mereka menjadikan hijrahnya saw sebagai penanggalannya. Hal ini dikarenakan waktu kelahiran dan diutusnya saw tidak terbebas dari perselisihan didalam menentukan tahunnya. Adapun waktu wafatnya saw mereka menolaknya karena mereka akan diingatkan kejadian yang menyedihkan tersebut, untuk itu mereka memilih hijrahnya saw.
Adapun penanggalan dari Robiul Awal menjadi Muharram dikarenakan munculnya tekad untuk berhijrah itu sudah sejak bulan Muharram ketika baiat terjadi disaat Dzulhijah dan ini adalah permulaan hijrah. Dan hilal yang muncul pertama setelah baiat dan tekad untuk berhijrah adalah hilal bulan Muharram maka tepat untuk dijadikan sebagai permulaan penanggalan.
Ibnu Hajar menyebutkan saat mereka berselisih didalam penentuan penanggalan itu, Umar mengatakan, ”Hijrahlah yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan maka mulailah penanggalan darinya.” Dan peristiwa ini terjadi ditahun 17 H.
Ia juga menyebutkan tatkala para sahabat bersepakat dengan hijrahnya Rasulullah saw sebagaai penanggalan lalu ada yang mengusukan, ”Mulailah dari bulan Ramadhan.” Maka Umar mengatakan, ”Akan tetapi.. mulailah dari bulan Muharam karena ia adalah bulan haram dan dia adalal awal tahun keberangkatan manusia untuk pergi berhaji dan para sahabat pun setuju.”
Ada juga yang menyebutkan bahwa yang pertama kali menentukan penanggalan adalah Ya’la bin Umayyah tatkala berada di Yaman sebagaimana riwayat dari Ahmad bin Hambal dengan sanad yang shahih namun ada yang putus yaitu antara ‘Amr bin Dinar dan Ya’la.
Didalam riwayat Hakim dari Said bin Musayyib disebutkan suasana musyawarah yang terjadi diantara para sahabat dalam penentuan penanggalan itu. Setelah disepakati dimulai dari hijrahnya saw kemudian Umar menanyakan—kepada peserta musyawarah—dari bulan apa kita memulainya?
Sebagian mengatakan, ”Dari bulan rajab.” Ada yang mengatakan, ”Ramadhan.” Maka Utsman mengatakan, ”Mulailah penanggalan dari bulan Muharram karena ia adalah bulan haram dan dia adalah awal tahun keberangkatan manusia untuk pergi berhaji.” Dia (Hakim) menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun 17 H tapi ada juga yang mengatakan tahun 16 H dibulan Robiul Awal.
Dari sejumlah data diatas maka yang mengusulkan agar penanggalan dimulai dari bulan Muharam adalah Umar, Utsman dan Ali ra.” (Fathul Bari juz VII hal 300 -302)
Demikianlah sejarah dimulainya penanggalan di dalam islam yang kemudian menjadi salah satu ciri khas kaum muslimin yang membedakan mereka dari orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Namun sangat disayangkan bahwa kebanyakan kaum muslimin saat ini sudah melupakan penanggalan islam dan beralih kepada penanggalan barat (Masehi).
Tidak jarang dari umat ini yang tidak tahu atau tidak hafal nama-nama bulan yang ada didalam tahun Hijriyah berbeda ketika ia diminta menyebutkan urutan bulan-bulan Masehi. Padahal bulan-bulan Hijriyah adalah syiar kita kaum muslimin dan ketika kita memasyarakatkannya maka kita telah mendakwahi islam ditengah-tengah mereka.

PENGAJIAN KITAB KUNING



Pengajiana Kitab Riyadhul Jannah bersama Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan RKH Muhammad Muddatstsir Badruddin di Masjid Baiturrahman Desa Gunung Kesan Kecamatan Karang Penang Kabupaten Sampang tepat di area Yayasan Al-Jazirah dihadiri oleh semua Alumni dan Simpatisan yang notabene pengagum dan pengikut setia Ulama' Kharismatik Madura ini.

Selain memberikan materi Ajian Kitab, Beliau juga mengingatkan bagi semua pihak untuk mempersiapkan diri guna datangnya janji Alloh subhanahu wata'ala tentang dekatnya Hari Kiamat tapi Beliau tidak menyebutkan 23 September 2017 walaupun diluar sana sangat ribut tentang tanggal dimaksud.

Terakhir Beliau melantunkan do'a bersama demi kesehatan, kebaikan, kesuksesan dan kebahagiaan terutama yang hadir dalam majelis dan semua ummat Baginda Nabi SAW.. semoga semua diberikan panjang umur, berkah waktu hidupnya didunia dan bahagia hidupnya di akhirat. amien.....

Sabtu, 02 September 2017

Presiden Erdogan Menangis Mendengar Derita Rakyat Rohingya


Seorang saksi mata menceritakan kronologi pembakaran mesjid di Rohingya yang langsung menjadi headline di media. Kisah tersebut tak hanya mengejutkan dunia, tapi juga memicu airmata para pemimpin negara muslim. Salah satunya Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.

Abdullah (20), warga Rohingya yang menjadi saksi mata kesadisan tentara Myanmar mengisahkan. Di suatu subuh yang sunyi senyap. Warga yang berlindung di sebuah masjid di Rakhine bergegas melaksanakan shalat Subuh berjamaah.
Setelah adzan berkumandang, tiba-tiba terdengar teriakan diselingi suara tembakan. Warga yang panik berhamburan keluar. Mereka melihat puluhan pria berpakaian loreng menenteng senjata.
Rentetan senjata api terdengar lagi. Satu persatu warga yang keluar dari masjid, tiba-tiba jatuh tersungkur. Darah mengalir dimana-mana.
Pria-pria bersenjata tersebut memerintahkan warga Rohingya untuk masuk kembali ke masjid. Abdullah cukup beruntung. Badannya yang kecil berhasil menyelusup diantara semak.
Setelah warga masuk masjid. Pria bersenjata yang diidentifikasi sebagai militer Myanmar tersebut kembali mengeluarkan perintah kepada warga untuk segera shalat.
Tragedi memilukan terjadi. Tong berisi bensin disiramkan ke sekeliling masjid. Seketika api membara. Membakar mesjid beserta isinya. Yaitu warga Rohingya yang sedang menunaikan shalat.
Ajaibnya, tak satupun warga yang keluar menyelamatkan diri. Mereka bertahan untuk tetap shalat. Meski api mulai membakar tubuh.
Adegan demi adegan sadis tersebut tak luput dari pengamatan Abdullah, yang hanya bisa menangisi kematian saudara-saudaranya.
Abdullah ditemukan seorang wartawan. Dia terduduk melamun sepanjang hari. Melihat puing-puing masjid tempat ia bermain dan berkumpul bersama saudaranya dulu.
Masih banyak kisah-kisah menyedihkan yang terjadi oleh warga Rohingya. Tak salah jika sebutan “Etnis Paling Menderita di Dunia” tersemat di dada mereka. Namun dunia masih menutup matanya untuk Rohingya.
Presiden Erdogan yang mengetahui kisah tersebut melalui staf khususnya, tak bisa membendung tangis. Airmatanya mengalir deras.
“Apa yang ditunggu masyarakat dunia? Apakah mereka menunggu hingga etnis ini punah,” ujar Erdogan tersedu.
“Ya Allah, maafkan kami yang hidup enak, sementara ada saudara kami yang terzalimi,” sambung Erdogan seperti dikutip dari Aljazeera.(kl/bbs)

Pemimpin Harus Sholat Berjamaah di Masjid


Eramuslim – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Dr KH Didin Hafidhuddin mengingatkan umat Islam agar memiliki kriteria pemimpin sesuai ajaran Islam. Menurutnya, pemimpin yang baik adalah yang suka shalat berjamaah di masjid.

“Kita tidak boleh menitipkan masalah umat kepada pemimpin yang jarang ke masjid. Tetapi kita pilih orang yang track recordnya jelas dia ahli masjid, kalau tidak begitu maka tidak akan pernah bisa memperbaiki keadaan,” jelas Kyai Didin dalam sebuah kajian di Bogor, Minggu (27/9).
Menurutnya, gemerlap dunia itu luar biasa godaannya, dan godaan tersebut bisa diatasi kalau pemimpin selalu bersama kaum muslimin di masjid. Sesuai petunjuk Alquran, Kyai Didin juga menjelaskan bahwa sesungguhnya pemimpin kaum muslimin adalah Allah dan RasulNya serta orang-orang beriman yang menegakkan shalat.
“Kenapa shalat yang pertama, karena shalat itu indikator kebaikan. Kalau beres shalatnya maka beres yang lainnya, beres janjinya, beres akhlaknya, beres muamalahnya, beres keluarganya. Tetapi kalau shalatnya rusak maka akan rusak amal perbuatan lainnya. Dia berjanji seenaknya, kalau dalam kampanye biasanya itu janji-janjinya luar biasa,” ungkapnya.
Selain menegakkan shalat, lanjut Kyai Didin, pemimpin yang baik juga suka berzakat. “Artinya dia tidak bakhil dan rela berkorban serta maunya yang halal saja. Setelah itu, pemimpin yang baik adalah mereka yang rukuk sujud bersama-sama kaum muslimin,” imbuhnya.
Guru Besar IPB mengingatkan umat Islam untuk merubah cara pandang terkait masalah keumatan ini. “Ini adalah masalah masa depan kita, persepsi kita harus dirubah, jangan sampai kita memilih pemimpin yang masuk kategori munafik,” pesannya.
“Insyaallah Allah akan memberikan kepada kaum muslimin kemenangan ketika kita punya prinsip yang kuat, dan mudah-mudahan kita terus jadi orang yang Istiqomah dalam kebaikan dan juga ahli masjid,” tandas Kyai Didin.